BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
SOL ( Space Occupying Lesion ) merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial ( Long C , 1996 : 130).
Tumor otak adalah sebuah lesi yang terletak pada intrakranial yang menempati ruang di dalam tengkorak. (http://www.tumor_otak/2008.com).
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak (Lombardo, Mary caster 2005 : 1183).
B. ETIOLOGI
1. Riwayat trauma kepala
2. Faktor genetik
3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik
4. Virus tertentu
5. Defisiensi imunologi
6. Congenital
C. PATOFISIOLOGI
- Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan edema serebral
- Aktivitas kejang dan tanda – tanda neurologis fokal
- Hidrosefalus
- Gangguan fungsi hipofisis
Pada fase awal, abses otak ditandai dengan edema local, hyperemia, infiltrasi leukosit / melunaknya parenkim trombosis sepsis dan edema, beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses uque fraction atau dinding kista berisi pus. Kemudian rupture maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis ( long, 1996 : 193 ).
Terjadi proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara sangat cepat pada daerah central nervus ( CNS ). Sel ini akan terus berkembang mendesak jaringan otak yang sehat disekitarnya mengakibatkan terjadi gangguan neurologis ( Gangguan Fokal Akibat Tumor Dan Peningkatan TIK ).
Tumor – tumor otak primer menunjukkan kira – kira 20 % dari penyebab semua kematian kanker. Tumor – tumor otak jarang bermetastase keotak , biasanya dari paru – paru, payudara, cairan glastrointestinal bagian bawah, pankreas, ginjal, dan kulit ( melanoma ).
Insiden tertinggi pada tumor otak dewasa terjadi pada dekade ke 5, 6, 7 dengan tingginya insiden pada pria usia dewasa tumr otak banyak dimulai dari sel gelia ( sel untuk mebuat struktur dan mendukung sistem otak dan medula spinalis ) dan merupakan supratentorial ( Terletak Diatas Penutup Cerebellum ) jelasnya neoplastik dalam palastik menyebabkan kematian yang mengganggu fungsi vital, seperti pernafasan atau adanya peningkatan TIK.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Peningkatan tekanan intracranial
a. Nyeri kepala
Nyeri bersifat dalam, terus – menerus, tumpul dan kadang – kadang bersifat hebat sekali, biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat beraktivitas yang menyebabkan peningkatan TIK, yaitu batuk, membungkuk dan mengejan.
b. Nausea dan muntah
Akibat rangsangan pada medual oblongata
c. Papil edema
Statis vena menimbulkan pembengkakan papila saraf optikus.
E. Klasifikasi
1. Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi :
a. Jinak
· Acoustic neuroma
· Meningioma
· Pituitary adenoma
· Astrocytoma ( grade I )
b. Malignant
· Astrocytoma ( grade 2,3,4 )
· Oligodendroglioma
· Apendymoma
2. Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :
a. Tumor intradural
· Ekstramedular
· Cleurofibroma
· Meningioma intramedural
· Apendimoma
· Astrocytoma
· Oligodendroglioma
· Hemangioblastoma
b. Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor, dan meluasnya edema serebralsekunder serta member informasi tentang sistem vaskuler
2. MRI :Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otakdan daerah hiposisis, dimana tulang menggangudalam gambaran yang menggunakan CT Scan
3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar pengobatan seta informasi prognosisi
4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi ( EEG )
Mendeteksi gelombang otak abnormal.
G. KOMPLIKASI
1. Gangguan fungsi neurologis
2. Gangguan kognitif
3. Gangguan tidur dan mood
4. Disfungsi seksual
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SOL
A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas klien : usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl MRS, askes, dst.
b. Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal.
d. Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) atau infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Pols fungsi kesehatan
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : malaise
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
b. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda : TD : meningkat
N : menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor).
c. Eliminasi
Gejala : -
Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.
d. Nutrisi
Gejala : kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
e. Hygiene
Gejala : -
Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan diri (pada periode akut).
f. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.
Tanda : penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit dalam keputusan, afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK), nistagmus, kejang umum lokal.
g. Nyeri / kenyamanan
Gejala : sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher / pungung kaku.
Tanda : tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
h. Pernapasan
Gejala : adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah
i. Keamanan
Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungn dengan obstruksi ventrikel
2. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
3. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi
4. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada serebelum (otak kecil)
5. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
C. INTERVENSI
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungn dengan obstruksi ventrikel
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan kembali normal dengan KH :
· TTV normal
· Kesadaran pasien kembali seperti sebelum sakit
· Gelisah hilang
Ingatanya kembali seperti sebelum sakit
Intervensi :
1. Pantau status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya seperti GCS
2. Pantau frekuensi dan irama jantung
3. Pantau suhu juga atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan. Batasi penggunaan selimut dan lakukan kompres hangat jika terjadi demam
4. Pantau masukan dan pengeluaran, catat karakteristik urin, tugor kulit dan keadaan membrane mukosa
5. Gunakan selimut hipotermia
6. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti steroid, klorpomasin, asetaminofen
Rasional :
1. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensi TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran, luas,dan perkembangan dari kerusakan
2. Perubahan pada frekuensi dan disritmia dapat terjadi yang mencerminkan trauma atau tekanan batang otak tentang ada tidaknya penyakit
3. Demam biasanya berhubungan dengan proses inflamasi tetapi mungkin merupakan komplikasi dari kerusakan pada hipotalamus
4. Hipertermi meningkatkan kehilangan air dan meningkatkan resiko dehidrasi, terutama jika tingkat kesadaran menurun
5. Membantu dalam mengontrol peningkatan suhu
6. Dapat menurunkan permebilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema, mengatasi menggigil yang dapat meningkatkan TIK, menurunkan metabolisme seluler/ menurunkan konsumsioksigen
2. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam nyeri hilang dengan KH :
· Nyeri hilang
· Pasien tenang
· Tidak terjadi mual muntah
Pasien dapat beristirahat dengan tenang
Intervensi :
1. Berikan lingkungan yang tenang
2. Tingkatkan tirah baring, bantu perawatan diri pasien
3. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata
4. Dukung pasien untuk menemukan posisi yang nyaman
5. Berikan ROM aktif/pasif
6. Gunakan pelembab yang agak hangat pada nyeri leher/punggung yang tidak ada demam
7. Kolaborasi pemberian obat analgetik seperti asetaminofen, kodein sesuai indikasi
Rasional :
1. Menurunkan reaksi terhadap stimulus dari luar dan meningkatkan istirahat
2. Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
3. Meningkatkan vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori akan menurunkan nyeri
4. Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut
5. Membantu merelaksasi ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri
6. Meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit
7. Untuk menghilangkan nyeri yang hebat
3. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan pasien menjadi adekuat dengan KH :
· Mual muntah hilang
· Napsu makan meningkat
· BB kembali seperti sebelum sakit
Intervensi :
1. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan
2. Beri makanan dalam jumlah kecil dan sering
3. Timbang berat badan
4. Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional :
1. Menentukan pemilihan terhadapjenis makanan sehingga pasien terlindungi dari aspirasi
2. Meningkatkan proses pencernaan dan kontraksi pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan
3. Mengevaluasi keefektifan/ kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
4. Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori \nutrisi
4. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada serebelum (otak kecil)
Tujuan : klien dapat menunjukkan cara mobilisasi secara optimal.
KH :
Klien dapat mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang sakit, mempertahankan integritas kulit dan kandung kemih dan fungsi usus.
Intervensi :
1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
2. Kaji derajat imobilitas pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0 – 4)
3. Letakkan pasien pada posisi tertentu, ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu
Rasional :
1. Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.
2. Seseorang dalam semua kategori sama – sama mempunyai risiko kecelakaan namun katagori 2 – 4 mempunyai resiko terbesar untuk terjadinya bahaya tsb sehubungan dengan imobilisasi.
3. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan meningkatkan sirkulasi seluruh bagian tubuh.
5. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan penglihatan pasien kembali normal dengan KH :
Pasien dapat melihat dengan jelas
Intervensi :
1. Pastikan atau validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik, orientasikan kembali pasien secara teratur pada lingkungan, dan tindakan yang akan dilakukan terutama jika penglihatannya terganggu
2. Buat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan
3. Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dam melakikan aktivitas
4. Rujuk pada ahli fisioterapi
Rasional :
1. Membantu pasien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi, gangguan fungsi kognitif dan atau penurunan penglihatan dapat menjadi potensi timbulnya disorientasi dan ansietas
2. Mengurangi kelelahan, mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan untuk tidur REM (ketidakadaan tidur REM ini dapat meningkatkan gangguan persepsi sensori
3. Menurunkan fruktasi yang berhubungan dengan perubahan kemampuan /pola respon yang memanjang
4. Pendekatan antardisiplin dapat menciptakan rencana penatalaksanaan berintegrasi yang didasarkan atas kombinasi kemampuan /ketidakmampuan secara individu yang unik dengan berfokus pada peningkatan evaluasi, dan fungsi fisik, kognitif, dan perseptual
DAFTAR PUSTAKA
Doenges . EM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC.
Long Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah, suatu pendekatan proses keperawatan. Bandung : Yayasan IADK.
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses – Proses PenyakitEdisi 6 Vol. 2. Jakarta : EGC.
http : // www.kalbe.co.id/files/cdk/Files/10 Abses Otak 89.pdf/10 abses otak 89.html.anonim. “anatomi otak.
http://supersuga.wordpress.com/2008/03/06/anatomi otak.
http://www.tumor_otak/2008.com
No comments:
Post a Comment