BAB I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Di indonesia, jumlah penderita neuralgia trigeminal (NT) diperkirakan mencapai 30.000 orang yang terdeteksi. Menurut sofyanto, nyeri yang dirasakan pada penderita NT serangannya sangat mendadak dan sakitnya tidak terhingga. Rasanya bagaikan ditusuk seribu jarum, tersambar petir atau obeng yang dimasukan dan dikeluarkan dari hidung yang diakibatkan adanya masalah disaraf trigeminal
Dia mengatakan, penyakit langka ini sulit disembuhkan dengan cepat karena didalam otak terdapat 12 pasang saraf, jika terganggu akan timbul masalah. Jika saraf trigeminal yang terganggu, muncul nyeri pada hidung, wajah dan gigi. Dia menegaskan, penyakit ini timbul bukan karena gigi, melainkan stres, kelelahan atau pun kecemasan pada penderita, dikatakan penyakit langka ini biasanya diderita oleh orang yang usianya diatas 40 tahun, karena diusia tersebut otak manusia mengecil. Secara anatomi akan menyebabkan perubahan posisi organ-organ yang ada disekitarnya termasuk pembuluh darah yang ada disaraf batang otak
Prevalensi penyakit ini diperkirakan 107,5 pada lelaki dan 200,2 pada perempuan per 1 juta populasi penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2) dan merupakan penyakit pada kelompok usia dewasa.
Dari masalah diatas sebagai calon perawat kita wajib memahami gangguan yang terjadi pada sistem saraf khususnya nervus ke-7 yaitu trigeminal. Oleh sebab itu kelompok mengangkat masalah ini menjadi makalah.
B. Tujuan khusus dan umum
1. Tujuan umum
Setelah membahas asuhan keperawatan pada klien dengan neuroglia trigeminal mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan neuroglia trigeminal.
2. Tujuan khusus
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan neuroglia trigeminal” mahasiswa mampu :
a. Memahami dan menjelaskan Konsep Penyakit neuroglia trigeminal.
b. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan neuroglia trigeminal.
c. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan neuroglia trigeminal sesuai kasus.
C. Metode penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode deskriptif, yang diperoleh dari literature dari berbagai media baik buku maupun internet yang disajikan dalam bentuk makalah.
D. Sistem penulisan
Sistematika dalam penulisan makalah ini adalah :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan, Metode, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Terdiri dari Konsep Penyakit neuroglia trigeminal, Asuhan Keperawatan neuroglia trigeminal, Kasus neuroglia trigeminal.
BAB III : Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran
BAB II
Tinjauan teori
A. Ringkasan konsep berbagai penyakit
ANATOMI NERVUS TRIGEMINUS
Nervus Trigeminus merupakan nervus cranialis yang terbesar dan melayani arcus branchialis pertama. Nervus ini mengandung serat-serat branchiomotorik dan aferen somatik umum (yang terdiri atas komponen ekteroseptif dan komponen proprioseptif), dengan nuclei sebagai berikut :
a. Nucleus Motorius Nervi Trigemini
Dari nucleus ini keluar serat-serat branchiomotorik yang berjalan langsung ke arah ventrolateral menyilang serat-serat penduculus cerebellaris medius (fibrae pontocerebellares) dan pada akhirnya akan melayani m. Masticatores melalui rami motori nervi mandibularis dan m. Tensor Veli Palatini serta m. Mylohyoideus.
b. Nucleus Pontius, Nervi Trigemini dan Nucleus Spinalis Nervi Trigemini.
Kedua Nucleus ini menerima impuls-impuls eksteroseptif dari daerah muka dan daerah calvaria bagian ventral sampai vertex.
Di antara kedua nucleus diatas terdapat perbedaan fungsioal yang penting : di dalam nucleus Pontius berakhir serat-serat aferen N. V yang relatif kasar, yang mengantarkan impuls-impuls rasa raba, sedangkan nucleus spinalis N. V terdiri atas sel-sel neuron keci; dan menerima serat-serat N. V yang halus yang mengantarkan impuls-impuls eksteroseptif nyeri dan suhu.
B. Konsep penyakit Trigeminal Neuralgia
1. Definisi
Adalah serangan nyeri wajah pada area persarafan nervus trigeminus pada satu cabang atau lebih secara progsismal berupa rasa nyeri tajam, terkadang disertai kontraksi otot-otot (Rose C.F. 1997).
Adalah penyakit yang disebabkan oleh sentuhan atau penekanan pembuluh darah pada syaraf ke 5 yaitu saraf nervus kranialis terbesar yang mengatur rasa wajah yang letaknya disekitar batang otak.
neuralgia trigeminal berarti nyeri pada nervus trigeminus, yang menghantarkan rasa nyeri menuju kewajah. Neuralgia trigeminal adalah suatu keadaan yang mempengaruhi N. V nervus kranialis terbesar.
2. Etiologi
Neuralgia trigeminus (tic douloureux) ditandai oleh serangan nyeri paroksismal yang tajam menyengat atau menyetrum, berlangsung singkat (detik atau menit), unileteral pada daerah distribusi nervus V (trigeminus). Cabang ke tiga dan ke dua dari nervus trigeminus paling sering terkena dan titik pemicu nyeri seringkali ditemukan didaerah wajah terutama diatas lubang hidung dan mulut. Serangan terjadi spontan atau sedang menggosok gigi, bercukur, mengunyah, menyap atau menelan.
Pada 90% pasien, mula timbulnya diatas usia 40 tahun, dan wanita lebih sering terkena dari pada pria. Sebagian besar etiologi tidak dapat ditemukan. Bila disertai hipestesia pada daerah distribusi N.V, paresis saraf kranial lainnya, atau mulai timbul sebelum usia 40 tahun, maka harus dicurigai neuroglia trigeminus simtomatik atau atipik. Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mencari adanya sklerosis multipel, tumor saraf trigeminus, atau tumor fosa posterior.
Mekanisme patofisiologis yang mendasari NT belum begitu pasti, walau sudah sangat banyak penelitian dilakukan. Kesimpulan Wilkins, semua teori tentang mekanisme harus konsisten dengan:
1. Sifat nyeri yang paroksismal, dengan interval bebas nyeri yang
lama.
2. Umumnya ada stimulus ‘trigger’ yang dibawa melalui aferen
berdiameter besar (bukan serabut nyeri) dan sering melalui divisi saraf kelima diluar divisi untuk nyeri.
3. Kenyataan bahwa suatu lesi kecil atau parsial pada ganglion
gasserian dan/ atau akar-akar saraf sering menghilangkan
nyeri.
4. Terjadinya NT pada pasien yang mempunyai kelainan
demielinasi sentral (terjadi pada 1% pasien dengan sklerosis
multipel)
Kenyataan ini tampaknya memastikan bahwa etiologinya adalah sentral dibanding saraf tepi. Paroksisme nyeri analog dengan bangkitan dan yang menarik adalah sering dapat dikontrol dengan obat-obatan anti kejang (karbamazepin dan fenitoin).
Tampaknya sangat mungkin bahwa serangan nyeri mungkin menunjukkan suatu cetusan ‘aberrant’ dari aktivitas neuronal yang mungkin dimulai dengan memasukkan input melalui saraf kelima, berasal dari sepanjang traktus sentral saraf kelima, atau pada tingkat sinaps sentralnya. Berbagai keadaan patologis menunjukkan penyebab yang mungkin pada kelainan ini.
Pada kebanyakan pasien yang dioperasi untuk NT ditemukan adanya kompresi atas ‘nerve root entry zone’ saraf kelima pada batang otak oleh pembuluh darah (45-95% pasien). Hal ini meningkat sesuai usia karena sekunder terhadap elongasi arteria karena penuaan dan arteriosklerosis dan mungkin sebagai penyebab pada kebanyakan pasien.
Otopsi menunjukkan banyak kasus dengan keadaan penekanan vaskuler serupa tidak menunjukkan gejala saat hidupnya. Kompresi nonvaskuler saraf kelima terjadi pada beberapa pasien. 1-8% pasien menunjukkan adanya tumor jinak sudut serebelopontin (meningioma, sista epidermoid, neuroma akustik, AVM) dan kompresi oleh tulang (misal sekunder terhadap penyakit Paget). Tidak seperti kebanyakan pasien dengan NT, pasien ini sering mempunyai gejala dan/atau tanda defisit saraf kranial.
Penyebab lain yang mungkin, termasuk cedera perifer saraf kelima (misal karena tindakan dental) atau sklerosis multipel, dan beberapa tanpa patologi yang jelas.
3. Tanda dan gejala
Serangan Trigeminal Neuralgia daoat berlangsung dalam beberapa detik sampai menit. Beberapa orang merasakan sakitringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrumlistrik. Penderita Trigeminal neuralgia yang berat menggambarkan rasa sakitnya seperti ditembak, kena pukulan jab, atau ada kawat di sepanjang wajahnya.Serangan ini hilang timbul. Bisa jadi dalam sehari tidak ada rasa sakit. Namun, bisa juga sakit menyerang setiap hari atau sepanjang Minggu. Lalu, tidak sakit lagi selama beberapa waktu. Trigeminal neuralgia biasanya hanya terasa di satu sisi wajah, tetapi bisa juga menyebar dengan pola yang lebih luas. Jarang sekali terasa di kedua sisi wajah dlm waktu bersamaan.
Pada beberapa penderita, mata, telinga atau langit-langit mulut dapat pula terserang. Pada kebanyakan penderita, nyeri berkurang saat malam hari, atau pada saat penderita berbaring
4. Patofisiologi
Neuralgia Trigeminal dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang melibatkan sistem persarafan trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Lima sampai delapan persen kasus disebabkan oleh adanya tumor benigna pada sudut serebelo-pontin seperti meningioma, tumor epidermoid, atau neurinoma akustik. Kira-kira 2-3% kasus karena sklerosis multipel. Ada sebagian kasus yang tidak diketahui sebabnya. Menurut Fromm, neuralgia Trigeminal bisa mempunyai penyebab perifer maupun sentral.
Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini, apapun penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental pada nukleus/ inti saraf ini yang menimbulkan produksi ectopic action potential pada saraf Trigeminal. Keadaan ini, yaitu discharge neuronal yang berlebihan dan pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur sensorik yang hiperaktif. Bila tidak terbendung akhirnya akan menimbulkan serangan nyeri. Aksi potensial antidromik ini dirasakan oleh pasien sebagai serangan nyeri trigerminal yang paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah pencetus mengakibatkan terjadinya serangan nyeri.
Efek terapeutik yang efektif dari obat yang diketahui bekerja secara sentral membuktikan adanya mekanisme sentral dari neuralgi. Tentang bagaimana multipel sklerosis bisa disertai nyeri Trigeminal diingatkan akan adanya demyelinating plaques pada tempat masuknya saraf, atau pada nukleus sensorik utama nervus trigeminus.
5. Pathway
6. Pemeriksaan penunjang
MRI dan CT-scan hanya dilakukan atas indikasi, misalnya terdapat kecurigaan penekanan radiks N. V oleh aneurisma, meningioma atau akibat
7. Penatalaksanaan medis
Pengobatan pada dasarnya dibagi atas 3 bagian:
1. Penatalaksanaan pertama dengan menggunakan obat.
2. Pembedahan dipertimbangkan bila obat tidak berhasil secara memuaskan.
3. Penatalaksanaan dari segi kejiwaan.
1. Terapi Medis (Obat)
• Fenitoin. Banyak pasien yang memberikan respon baik terhadap penitoin saja (200-300 mg/hr)
• Karbamazepin. Sekitar 80% pasien memberikan respon baik terhadap pengobatan awal dengan karbamazepin (400-1200 mg/hari). Respon terhadap karbamazepin bermenfaat untuk membedakan neuroglia trigeminus dari kasus nyeri fasial atipik tertentu. Baik fenitoin maupun karbamazepin dapat menimbulkan ataksia (terutama bila dipakai bersamaan). Komplikasi karbamazepin yang jarang adalah leukopenia, trombositopenia, dan gangguan fungsi hati, oleh sebab itu perlu pemantauan leukosit darah secara berkala, hitung trombosit dan fungsi hati. Setelah perbaikan awal, banyak pasien mengalami nyeri kambuhan meskipun kadar kedua obat ini dalam darah mencukupi
• Baklofen (Lioresal) dapat memberikan perbaikan pada beberapa pasien. Baklofen dapat diberikan tersendiri atau kombinasi dengan fenitoin atau karbamazepin. Dosis awal yang lazim adalah 5-10mg, tiga kali sehari, dengan peningkatan perlahan-lahan bila diperlukan, sampai 20mg empat kali sehari
• Klonazepam. Beberapa laporan menunjukan bahwa obat ini efektif pada beberapa kasus, dengan dosis 0,5-1,0 mg per oral, 3 kali sehari.
2. Terapi Non-Medis (
Tindakan operasi. Tindakan ini dilakukan bila semua upaya terapi farmakologis tidak berhasil. Tiga prosedur yang sering dipakai dalam pengobatan neuroglia trigeminus adalah :
1. Rizotomi termal selektif radiofrekuensi pada ganglion atau radiks trigeminus yang dilakukan melalui kulit dengan anestesia lokal dosertai barbiturat kerja singkat. Efek samping tindakan ini adalah anestesia dolorosa. Tindakan untuk destruksi serabut-serabut nyeri dalam nervus trigeminus dapat dilakukan juga dengan bedah dingin (cryosurgery) dan inflasi balon dalam rongga meckel
2. Injeksi gliserol ke dalam sisterna trigeminus (rongga meckel) dapat dilakukan perkutan. Tindakan ini dapat menyembuhkan nyeri dengan gangguan sensorik pada wajah yang minimal.
Bagi kebanyakan pasien, terutama yang lebih muda, kraniektomi suboksipital dengan bedah mikro untuk memperbaiki posisi pembuluh darah yang menekan radiks saraf trigeminus pada tempat masuknya di pons, lebih dapat diterima karena tidak menyebabkan defisit sensorik.
3. Penatalaksanaan dari Segi Kejiwaan
Hal lain yang penting untuk diperhatikan selain pemberian obat dan pembedahan adalah segi mental serta emosi pasien. Selain obat-obat anti depresan yang dapat memberikan efek perubahan kimiawi otak dan mempengaruhi neurotransmitter baik pada depresi maupun sensasi nyeri, juga dapat dilakukan teknik konsultasi biofeedback (melatih otak untuk mengubah persepsinya akan rasa nyeri) dan teknik relaksasi.
8. Komplikasi
C. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan neuralgia trigeminus
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Perencanaan
4. Pertimbangan pediatrik dan gerontik
D. Kasus
1. Contoh
2. Analisis data
3. Diagnosa keperawatan
4. Perencanaan
5. Implementasi
6. Evaluasi
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Neuralgia Trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang, disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak.
Kunci diagnosis adalah riwayat. Faktor riwayat paling penting adalah distribusi nyeri dan terjadinya ’serangan’ nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang keduanya. Beberapa kasus mulai pada divisi 1. Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf Trigeminal, misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu dirangsang (trigger area atau trigger zone).Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut.
Obat untuk mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang. Bila ada efek samping, obat lain bisa digunakan sesuai petunjuk dokter tentunya.
Beberapa obat yang biasa diresepkan antara lain Carbamazepine (Tegretol, Carbatrol), Baclofen. Ada pula obat Phenytoin (Dilantin, Phenytek), atau Oxcarbazepine (Trileptal). Dokter mungkin akan memberi Lamotrignine (Lamictal) atau Gabapentin (Neurontin). Pasien Trigeminal neuralgia yang tidak cocok dengan obat-obatan bisa memilih tindakan operasi.
Pendahuluan
A. Latar belakang
Di indonesia, jumlah penderita neuralgia trigeminal (NT) diperkirakan mencapai 30.000 orang yang terdeteksi. Menurut sofyanto, nyeri yang dirasakan pada penderita NT serangannya sangat mendadak dan sakitnya tidak terhingga. Rasanya bagaikan ditusuk seribu jarum, tersambar petir atau obeng yang dimasukan dan dikeluarkan dari hidung yang diakibatkan adanya masalah disaraf trigeminal
Dia mengatakan, penyakit langka ini sulit disembuhkan dengan cepat karena didalam otak terdapat 12 pasang saraf, jika terganggu akan timbul masalah. Jika saraf trigeminal yang terganggu, muncul nyeri pada hidung, wajah dan gigi. Dia menegaskan, penyakit ini timbul bukan karena gigi, melainkan stres, kelelahan atau pun kecemasan pada penderita, dikatakan penyakit langka ini biasanya diderita oleh orang yang usianya diatas 40 tahun, karena diusia tersebut otak manusia mengecil. Secara anatomi akan menyebabkan perubahan posisi organ-organ yang ada disekitarnya termasuk pembuluh darah yang ada disaraf batang otak
Prevalensi penyakit ini diperkirakan 107,5 pada lelaki dan 200,2 pada perempuan per 1 juta populasi penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2) dan merupakan penyakit pada kelompok usia dewasa.
Dari masalah diatas sebagai calon perawat kita wajib memahami gangguan yang terjadi pada sistem saraf khususnya nervus ke-7 yaitu trigeminal. Oleh sebab itu kelompok mengangkat masalah ini menjadi makalah.
B. Tujuan khusus dan umum
1. Tujuan umum
Setelah membahas asuhan keperawatan pada klien dengan neuroglia trigeminal mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan neuroglia trigeminal.
2. Tujuan khusus
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan neuroglia trigeminal” mahasiswa mampu :
a. Memahami dan menjelaskan Konsep Penyakit neuroglia trigeminal.
b. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan neuroglia trigeminal.
c. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan neuroglia trigeminal sesuai kasus.
C. Metode penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode deskriptif, yang diperoleh dari literature dari berbagai media baik buku maupun internet yang disajikan dalam bentuk makalah.
D. Sistem penulisan
Sistematika dalam penulisan makalah ini adalah :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan, Metode, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Terdiri dari Konsep Penyakit neuroglia trigeminal, Asuhan Keperawatan neuroglia trigeminal, Kasus neuroglia trigeminal.
BAB III : Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran
BAB II
Tinjauan teori
A. Ringkasan konsep berbagai penyakit
ANATOMI NERVUS TRIGEMINUS
Nervus Trigeminus merupakan nervus cranialis yang terbesar dan melayani arcus branchialis pertama. Nervus ini mengandung serat-serat branchiomotorik dan aferen somatik umum (yang terdiri atas komponen ekteroseptif dan komponen proprioseptif), dengan nuclei sebagai berikut :
a. Nucleus Motorius Nervi Trigemini
Dari nucleus ini keluar serat-serat branchiomotorik yang berjalan langsung ke arah ventrolateral menyilang serat-serat penduculus cerebellaris medius (fibrae pontocerebellares) dan pada akhirnya akan melayani m. Masticatores melalui rami motori nervi mandibularis dan m. Tensor Veli Palatini serta m. Mylohyoideus.
b. Nucleus Pontius, Nervi Trigemini dan Nucleus Spinalis Nervi Trigemini.
Kedua Nucleus ini menerima impuls-impuls eksteroseptif dari daerah muka dan daerah calvaria bagian ventral sampai vertex.
Di antara kedua nucleus diatas terdapat perbedaan fungsioal yang penting : di dalam nucleus Pontius berakhir serat-serat aferen N. V yang relatif kasar, yang mengantarkan impuls-impuls rasa raba, sedangkan nucleus spinalis N. V terdiri atas sel-sel neuron keci; dan menerima serat-serat N. V yang halus yang mengantarkan impuls-impuls eksteroseptif nyeri dan suhu.
B. Konsep penyakit Trigeminal Neuralgia
1. Definisi
Adalah serangan nyeri wajah pada area persarafan nervus trigeminus pada satu cabang atau lebih secara progsismal berupa rasa nyeri tajam, terkadang disertai kontraksi otot-otot (Rose C.F. 1997).
Adalah penyakit yang disebabkan oleh sentuhan atau penekanan pembuluh darah pada syaraf ke 5 yaitu saraf nervus kranialis terbesar yang mengatur rasa wajah yang letaknya disekitar batang otak.
neuralgia trigeminal berarti nyeri pada nervus trigeminus, yang menghantarkan rasa nyeri menuju kewajah. Neuralgia trigeminal adalah suatu keadaan yang mempengaruhi N. V nervus kranialis terbesar.
2. Etiologi
Neuralgia trigeminus (tic douloureux) ditandai oleh serangan nyeri paroksismal yang tajam menyengat atau menyetrum, berlangsung singkat (detik atau menit), unileteral pada daerah distribusi nervus V (trigeminus). Cabang ke tiga dan ke dua dari nervus trigeminus paling sering terkena dan titik pemicu nyeri seringkali ditemukan didaerah wajah terutama diatas lubang hidung dan mulut. Serangan terjadi spontan atau sedang menggosok gigi, bercukur, mengunyah, menyap atau menelan.
Pada 90% pasien, mula timbulnya diatas usia 40 tahun, dan wanita lebih sering terkena dari pada pria. Sebagian besar etiologi tidak dapat ditemukan. Bila disertai hipestesia pada daerah distribusi N.V, paresis saraf kranial lainnya, atau mulai timbul sebelum usia 40 tahun, maka harus dicurigai neuroglia trigeminus simtomatik atau atipik. Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mencari adanya sklerosis multipel, tumor saraf trigeminus, atau tumor fosa posterior.
Mekanisme patofisiologis yang mendasari NT belum begitu pasti, walau sudah sangat banyak penelitian dilakukan. Kesimpulan Wilkins, semua teori tentang mekanisme harus konsisten dengan:
1. Sifat nyeri yang paroksismal, dengan interval bebas nyeri yang
lama.
2. Umumnya ada stimulus ‘trigger’ yang dibawa melalui aferen
berdiameter besar (bukan serabut nyeri) dan sering melalui divisi saraf kelima diluar divisi untuk nyeri.
3. Kenyataan bahwa suatu lesi kecil atau parsial pada ganglion
gasserian dan/ atau akar-akar saraf sering menghilangkan
nyeri.
4. Terjadinya NT pada pasien yang mempunyai kelainan
demielinasi sentral (terjadi pada 1% pasien dengan sklerosis
multipel)
Kenyataan ini tampaknya memastikan bahwa etiologinya adalah sentral dibanding saraf tepi. Paroksisme nyeri analog dengan bangkitan dan yang menarik adalah sering dapat dikontrol dengan obat-obatan anti kejang (karbamazepin dan fenitoin).
Tampaknya sangat mungkin bahwa serangan nyeri mungkin menunjukkan suatu cetusan ‘aberrant’ dari aktivitas neuronal yang mungkin dimulai dengan memasukkan input melalui saraf kelima, berasal dari sepanjang traktus sentral saraf kelima, atau pada tingkat sinaps sentralnya. Berbagai keadaan patologis menunjukkan penyebab yang mungkin pada kelainan ini.
Pada kebanyakan pasien yang dioperasi untuk NT ditemukan adanya kompresi atas ‘nerve root entry zone’ saraf kelima pada batang otak oleh pembuluh darah (45-95% pasien). Hal ini meningkat sesuai usia karena sekunder terhadap elongasi arteria karena penuaan dan arteriosklerosis dan mungkin sebagai penyebab pada kebanyakan pasien.
Otopsi menunjukkan banyak kasus dengan keadaan penekanan vaskuler serupa tidak menunjukkan gejala saat hidupnya. Kompresi nonvaskuler saraf kelima terjadi pada beberapa pasien. 1-8% pasien menunjukkan adanya tumor jinak sudut serebelopontin (meningioma, sista epidermoid, neuroma akustik, AVM) dan kompresi oleh tulang (misal sekunder terhadap penyakit Paget). Tidak seperti kebanyakan pasien dengan NT, pasien ini sering mempunyai gejala dan/atau tanda defisit saraf kranial.
Penyebab lain yang mungkin, termasuk cedera perifer saraf kelima (misal karena tindakan dental) atau sklerosis multipel, dan beberapa tanpa patologi yang jelas.
3. Tanda dan gejala
Serangan Trigeminal Neuralgia daoat berlangsung dalam beberapa detik sampai menit. Beberapa orang merasakan sakitringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrumlistrik. Penderita Trigeminal neuralgia yang berat menggambarkan rasa sakitnya seperti ditembak, kena pukulan jab, atau ada kawat di sepanjang wajahnya.Serangan ini hilang timbul. Bisa jadi dalam sehari tidak ada rasa sakit. Namun, bisa juga sakit menyerang setiap hari atau sepanjang Minggu. Lalu, tidak sakit lagi selama beberapa waktu. Trigeminal neuralgia biasanya hanya terasa di satu sisi wajah, tetapi bisa juga menyebar dengan pola yang lebih luas. Jarang sekali terasa di kedua sisi wajah dlm waktu bersamaan.
Pada beberapa penderita, mata, telinga atau langit-langit mulut dapat pula terserang. Pada kebanyakan penderita, nyeri berkurang saat malam hari, atau pada saat penderita berbaring
4. Patofisiologi
Neuralgia Trigeminal dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang melibatkan sistem persarafan trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Lima sampai delapan persen kasus disebabkan oleh adanya tumor benigna pada sudut serebelo-pontin seperti meningioma, tumor epidermoid, atau neurinoma akustik. Kira-kira 2-3% kasus karena sklerosis multipel. Ada sebagian kasus yang tidak diketahui sebabnya. Menurut Fromm, neuralgia Trigeminal bisa mempunyai penyebab perifer maupun sentral.
Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini, apapun penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental pada nukleus/ inti saraf ini yang menimbulkan produksi ectopic action potential pada saraf Trigeminal. Keadaan ini, yaitu discharge neuronal yang berlebihan dan pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur sensorik yang hiperaktif. Bila tidak terbendung akhirnya akan menimbulkan serangan nyeri. Aksi potensial antidromik ini dirasakan oleh pasien sebagai serangan nyeri trigerminal yang paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah pencetus mengakibatkan terjadinya serangan nyeri.
Efek terapeutik yang efektif dari obat yang diketahui bekerja secara sentral membuktikan adanya mekanisme sentral dari neuralgi. Tentang bagaimana multipel sklerosis bisa disertai nyeri Trigeminal diingatkan akan adanya demyelinating plaques pada tempat masuknya saraf, atau pada nukleus sensorik utama nervus trigeminus.
5. Pathway
6. Pemeriksaan penunjang
MRI dan CT-scan hanya dilakukan atas indikasi, misalnya terdapat kecurigaan penekanan radiks N. V oleh aneurisma, meningioma atau akibat
7. Penatalaksanaan medis
Pengobatan pada dasarnya dibagi atas 3 bagian:
1. Penatalaksanaan pertama dengan menggunakan obat.
2. Pembedahan dipertimbangkan bila obat tidak berhasil secara memuaskan.
3. Penatalaksanaan dari segi kejiwaan.
1. Terapi Medis (Obat)
• Fenitoin. Banyak pasien yang memberikan respon baik terhadap penitoin saja (200-300 mg/hr)
• Karbamazepin. Sekitar 80% pasien memberikan respon baik terhadap pengobatan awal dengan karbamazepin (400-1200 mg/hari). Respon terhadap karbamazepin bermenfaat untuk membedakan neuroglia trigeminus dari kasus nyeri fasial atipik tertentu. Baik fenitoin maupun karbamazepin dapat menimbulkan ataksia (terutama bila dipakai bersamaan). Komplikasi karbamazepin yang jarang adalah leukopenia, trombositopenia, dan gangguan fungsi hati, oleh sebab itu perlu pemantauan leukosit darah secara berkala, hitung trombosit dan fungsi hati. Setelah perbaikan awal, banyak pasien mengalami nyeri kambuhan meskipun kadar kedua obat ini dalam darah mencukupi
• Baklofen (Lioresal) dapat memberikan perbaikan pada beberapa pasien. Baklofen dapat diberikan tersendiri atau kombinasi dengan fenitoin atau karbamazepin. Dosis awal yang lazim adalah 5-10mg, tiga kali sehari, dengan peningkatan perlahan-lahan bila diperlukan, sampai 20mg empat kali sehari
• Klonazepam. Beberapa laporan menunjukan bahwa obat ini efektif pada beberapa kasus, dengan dosis 0,5-1,0 mg per oral, 3 kali sehari.
2. Terapi Non-Medis (
Tindakan operasi. Tindakan ini dilakukan bila semua upaya terapi farmakologis tidak berhasil. Tiga prosedur yang sering dipakai dalam pengobatan neuroglia trigeminus adalah :
1. Rizotomi termal selektif radiofrekuensi pada ganglion atau radiks trigeminus yang dilakukan melalui kulit dengan anestesia lokal dosertai barbiturat kerja singkat. Efek samping tindakan ini adalah anestesia dolorosa. Tindakan untuk destruksi serabut-serabut nyeri dalam nervus trigeminus dapat dilakukan juga dengan bedah dingin (cryosurgery) dan inflasi balon dalam rongga meckel
2. Injeksi gliserol ke dalam sisterna trigeminus (rongga meckel) dapat dilakukan perkutan. Tindakan ini dapat menyembuhkan nyeri dengan gangguan sensorik pada wajah yang minimal.
Bagi kebanyakan pasien, terutama yang lebih muda, kraniektomi suboksipital dengan bedah mikro untuk memperbaiki posisi pembuluh darah yang menekan radiks saraf trigeminus pada tempat masuknya di pons, lebih dapat diterima karena tidak menyebabkan defisit sensorik.
3. Penatalaksanaan dari Segi Kejiwaan
Hal lain yang penting untuk diperhatikan selain pemberian obat dan pembedahan adalah segi mental serta emosi pasien. Selain obat-obat anti depresan yang dapat memberikan efek perubahan kimiawi otak dan mempengaruhi neurotransmitter baik pada depresi maupun sensasi nyeri, juga dapat dilakukan teknik konsultasi biofeedback (melatih otak untuk mengubah persepsinya akan rasa nyeri) dan teknik relaksasi.
8. Komplikasi
C. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan neuralgia trigeminus
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Perencanaan
4. Pertimbangan pediatrik dan gerontik
D. Kasus
1. Contoh
2. Analisis data
3. Diagnosa keperawatan
4. Perencanaan
5. Implementasi
6. Evaluasi
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Neuralgia Trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang, disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak.
Kunci diagnosis adalah riwayat. Faktor riwayat paling penting adalah distribusi nyeri dan terjadinya ’serangan’ nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang keduanya. Beberapa kasus mulai pada divisi 1. Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf Trigeminal, misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu dirangsang (trigger area atau trigger zone).Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut.
Obat untuk mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang. Bila ada efek samping, obat lain bisa digunakan sesuai petunjuk dokter tentunya.
Beberapa obat yang biasa diresepkan antara lain Carbamazepine (Tegretol, Carbatrol), Baclofen. Ada pula obat Phenytoin (Dilantin, Phenytek), atau Oxcarbazepine (Trileptal). Dokter mungkin akan memberi Lamotrignine (Lamictal) atau Gabapentin (Neurontin). Pasien Trigeminal neuralgia yang tidak cocok dengan obat-obatan bisa memilih tindakan operasi.
No comments:
Post a Comment